ABSTRAK
RIZA SETYA SAPUTRA : 16210091
MORALITAS KORUPTOR
Penulisan.
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2013
Kata Kunci
: Moralitas, Koruptor,
Penulisan
Penulisan yang berjudul “Moralitas Koruptor “
ini membahas tentang membahas mengapa korupsi bisa terjadi, bagaimana
dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis, dan siapa yang harus bertanggungjawab. Makalah ini dilatarbelakangi oleh maraknya
tindakan korupsi terutama dalam bidang bisnis. Metode penulisan ini dengan cara
mengumpulkan berbagai informasi yang dari sumber-sumber yang terdapat di
internet. Berdasarkan pencarian penulis di internet ternyata ada beberapa
faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan korupsi dan dampak yang
diakibatkan korupsi dalam dunia bisnis. Dalam penulisan ini dapat disimpulkan
bahwa dampak korupsi dalam bidang bisnis diantaranya akan membebankan
perusahaan seperti adanya High Cost sehingga hal tersebut berpengaruh
pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan. Dalam penulisan
ini saran yang diberikan yaitu perlu adanya peningkatan moral dari tiap
individu sehingga tidak hanya mementingkan kepentingan masing-masing namun juga
mempertimbangkan kepentingan perusahaan dengan segala aspeknya. Peningkatan
moral bisa dilakukan sejak dini dengan pendidikan anti korupsi sejak kecil dan
mencoba untuk tidak melakukan korupsi dalam hal-hal kecil.
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan
dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu
proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat.
Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor,
yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari
perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan salah
satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya
alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain
di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk
negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya
kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi
pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan
kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat
penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.
Permasalahan
korupsi yang melanda negeri ini bagaikan sebuah penyakit yang tidak akan pernah
sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh media seolah-olah
merepresentasikan jati diri bangsa yang dapat dilihat dari budaya korupsi yang
telah menjadi hal yang biasa bagi semua kalangan, mulai dari bawah hingga kaum
elite. Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah
satu penyebab terpuruknya sistem perekonomian bangsa. Hal ini disebabkan karena
korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas sehingga bukan saja
merugikan kondisi keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial
dan ekonomi masyarakat secara luas. Atas dasar tersebut penulis akan membahas
mengenai korupsi di Indonesia terutama yang berkaitan dengan moralitas koruptor
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan
masalah pada penulisan ini adalah :
1.
Mengapa korupsi bisa terjadi ?
2.
Bagaimana dampaknya terhadap sebuah
kegiatan bisnis ?
3.
Siapa yang harus
bertanggungjawab
?
1.3 Batasan masalah
Batasan masalah penulisan ini adalah
hanya terbatas membahas mengapa korupsi bisa terjadi, bagaimana dampaknya
terhadap sebuah kegiatan bisnis, dan siapa yang harus bertanggungjawab.
1.4
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini yaitu untuk mengetahui
membahas mengapa korupsi bisa terjadi, bagaimana dampaknya terhadap sebuah
kegiatan bisnis, dan siapa yang harus bertanggung jawab.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari kata latin
Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti harfiah dari kata tersebut adalah
penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan tak bermoral, kebejatan,
kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau kecurangan. Dengan demikian korupsi
memiliki konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk
lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian mengadopsi kata ini dengan sedikit
modifikasi; Inggris : Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa Belanda
terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi.
Kumorotomo (1992 : 175), berpendapat
bahwa “korupsi adalah penyelewengan tanggung jawab kepada masyarakat, dan
secara faktual korupsi dapat berbentuk penggelapan, kecurangan atau
manipulasi”. Lebih lanjut Kumorotomo mengemukakan bahwa korupsi mempunyai
karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung kekerasan (non-violence)
dengan melibatkan unsur-unsur tipu muslihat (guile), ketidakjujuran (deceit)
dan penyembunyian suatu kenyataan (concealment).
Dengan demikian, korupsi merupakan
tindakan yang merugikan dalam bidang apapun baik secara langsung maupun tidak
langsung. Bahkan ditinjau dari berbagai aspek normatif, korupsi merupakan suatu
penyimpangan atau pelanggaran. Di mana norma soisal, norma hukum maupun norma
etika pada umumnya secara tegas menganggap korupsi sebagai tindakan yang buruk.
2.1.1 Jenis – Jenis Korupsi
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang
bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas
tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian keuntungan Negara
2. Suap-menyuap (istilah lain :
sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam
pengadaan
7. Gratifikasi (istilah lain :
pemberian hadiah).
Selanjutnya Alatas dkk (Kumorotomo,
1992 : 192-193), mengemukakan ada tujuh jenis korupsi, yaitu :
1. Korupsi transaktif (transactive
corruption)
Jenis korupsi ini disebabkan oleh
adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi
keuntungan kedua belah pihak dan secara aktif mereka mengusahakan keuntungan
tersebut.
2. Korupsi yang memeras (extortive
corruption)
Pemerasan adalah korupsi di mana
pihak pemberi dipaksa menyerahkan uang suap untuk mencegah kerugian yang sedang
mengancam dirinya, kepentingannya atau sesuatu yang berharga baginya.
3. Korupsi defensif (defensive
corruption)
Orang yang bertindak menyeleweng
karena jika tidak dilakukannya, urusan akan terhambat atau terhenti (perilaku
korban korupsi dengan pemerasan, jadi korupsinya dalam rangka mempertahankan
diri).
4. Korupsi investif (investive
corruption)
Pemberian barang atau jasa tanpa
memperoleh keuntungan tertentu, selain keuntungan yang masih dalam angan-angan
atau yang dibayangkan akan diperoleh di masa mendatang.
5. Korupsi perkerabatan atau
nepotisme (nepotistic corruption)
Jenis korupsi ini meliputi
penunjukan secara tidak sah terhadap Sanak-Saudara atau teman dekat untuk
menduduki jabatan dalam pemerintahan. Imbalan yang bertentangan dengan norma
dan peraturan itu mungkin dapat berupa uang, fasilitas khusus dan sebagainya.
6. Korupsi otogenik (autogenic
corruption)
Bentuk korupsi yang tidak melibatkan
orang lain dan pelakunya hanya satu orang saja.
7. Korupsi dukungan (supportive
corruption)
Korupsi yang dilakukan untuk
melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah ada maupun yang akan
dilaksanakan.
2.2 Pengertian Moralitas
Moralitas (dari "cara,
karakter, perilaku yang tepat" moralitas Latin) adalah rasa melakukan
perilaku yang membedakan niat, keputusan, dan tindakan antara mereka yang baik
(atau kanan) dan buruk (atau salah). Kode moral merupakan sistem moralitas
(misalnya, sesuai dengan filsafat tertentu, agama, budaya, dll) dan moral
adalah setiap praktek satu atau mengajar dalam kode moral. Imoralitas adalah
oposisi aktif untuk moralitas, sementara amoralitas yang beragam didefinisikan
sebagai ketidaksadaran, ketidakpedulian terhadap, atau tidak percaya dalam
setiap set standar moral atau prinsip. Menurut Oxford Dictionary Inggris, moral
kata pertama kali digunakan oleh Paus Gregorius Agung dalam Moralitas karyanya
dalam Kitab Ayub . Etika, di sisi lain, tradisional dibagi ke sekolah-sekolah
Aristoteles, Kant dan utilitarian. Etika kata tidak pertama kali digunakan
sampai sekitar tahun 1400-an. Dengan demikian, kita dapat mengkategorikan moral
sebagai kode perilaku yang berasal dari beberapa sumber wahyu ilahi, sedangkan
etika berasal dari hukum manusia atau sosial atau kustom.
Moralitas memiliki dua makna utama:
- Dalam "deskriptif" arti,
moralitas mengacu pada nilai-nilai pribadi atau budaya, kode etik atau
adat-istiadat sosial yang membedakan antara benar dan salah dalam masyarakat
manusia. Menggambarkan moralitas dalam cara ini tidak membuat klaim tentang apa
yang secara objektif benar atau salah, tetapi hanya mengacu pada apa yang
dianggap benar atau salah oleh seorang individu atau sekelompok orang (seperti
agama). Rasa istilah ini ditangani oleh etika deskriptif
- Dalam arti yang
"normatif", moralitas merujuk langsung ke apa yang benar dan salah,
terlepas dari apa yang individu-individu tertentu berpikir. Hal ini dapat
didefinisikan sebagai perilaku orang yang ideal "moral" dalam situasi
tertentu. Ini penggunaan istilah itu dicirikan oleh "definitif"
pernyataan seperti "Orang itu adalah bertanggung jawab secara moral"
daripada pernyataan deskriptif seperti "Banyak orang percaya orang yang
bertanggung jawab secara moral." Ide-ide dieksplorasi dalam etika
normatif. Rasa normatif moralitas sering ditantang oleh nihilisme moral (yang
menolak keberadaan dari setiap kebenaran moral)dan didukung oleh realisme moral
(yang mendukung keberadaan kebenaran moral).
Etika (juga dikenal sebagai filsafat moral)
adalah cabang filsafat yang membahas pertanyaan tentang moralitas. 'Etika'
adalah "umum digunakan bergantian dengan 'moralitas' berarti subjek
penelitian ini, dan kadang-kadang digunakan lebih sempit berarti
prinsip-prinsip moral, kelompok individu tradisi tertentu, atau." Demikian
juga , jenis tertentu dari teori-teori etika, etika terutama deontologis,
terkadang membedakan antara 'etika' dan 'moral': "Meskipun moralitas orang
dan etika mereka jumlah untuk hal yang sama, ada penggunaan yang membatasi
moralitas untuk sistem seperti yang dari Kant, didasarkan pada gagasan seperti
tugas, kewajiban, dan prinsip-prinsip perilaku, sisakan etika untuk pendekatan
yang lebih Aristotelian untuk penalaran praktis, didasarkan pada gagasan suatu
kebajikan, dan umumnya menghindari pemisahan "moral" pertimbangan
dari pertimbangan praktis lainnya.
BAB III
METODE PENULISAN
Pada penulisan ini, informasi yang
didapatkan oleh penulis bersumber dari internet yang berkaitan dengan etika
bisnis agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data dalam
penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah
data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah
ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari
berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan
lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Penyebab Terjadinya Korupsi
Korupsi dapat terjadi karena
beberapa factor yang mempengaruhi pelaku korupsi itu sendiri atau yang biasa
kita sebut koruptor. Adapun sebab-sebabnya, antara lain:
1. Klasik
a. Ketiadaan dan kelemahan pemimpin.
Ketidakmampuan pemimpin untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya,
merupakan peluang bawahan melakukan korupsi. Pemimpin yang bodoh tidak mungkin
mampu melakukan kontrol manajemen lembaganya.kelemahan pemimpin ini juga
termasuk ke leader shipan, artinya, seorang pemimpin yang tidak memiliki
karisma, akan mudah dipermainkan anak buahnya. Leadership dibutuhkan untuk
menumbuhkan rasa takut,ewuh poakewuhdi kalangan staf untuk melakukan
penyimpangan.
b. Kelemahan pengajaran dan etika. Hal
ini terkait dengan system pendidikan dan substansi pengajaran yang diberikan.
Pola pengajaran etika dan moral lebih ditekankan pada pemahaman teoritis, tanpa
disertai dengan bentuk-bentuk pengimplementasiannya.
c. Kolonialisme dan penjajahan. Penjajah
telah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang tergantung, lebih memilih
pasrah daripadaberusaha dan senantiasa menempatkan diri sebagai
bawahan.Sementara, dalam pengembangan usaha, mereka lebih cenderung berlindung
di balik kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusidan nepotisme. Sifat dan
kepribadian inilah yang menyebabkan munculnya kecenderungan sebagian orang
melakukan korupsi.
d. Rendahnya pendidikan. Masalah ini
sering pula sebagai penyebab timbulnya korupsi. Minimnya ketrampilan, skill,
dan kemampuan membuka peluang usaha adalah wujud rendahnya pendidikan. Dengan
berbagai keterbatasan itulah mereka berupaya mencsri peluang dengan menggunakan
kedudukannya untuk memperoleh keuntungan yangbesar. Yang dimaksud rendahnya
pendidikan di sini adalah komitmen terhadap pendidikan yang dimiliki. Karena
pada kenyataannya koruptor rata-rata memiliki tingkat pendidikan
yang memadai,kemampuan, dan skill.
e. Kemiskinan. Keinginan yang
berlebihan tanpa disertai instropeksi diriatas kemampuan dan modal yang
dimiliki mengantarkan seseorang cenderung melakukan apa saja yang dapat
mengangkat derajatnya.Atas keinginannya yang berlebihan ini, orang akan
menggunakan kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
f. Tidak adanya hukuman yang keras,
seperti hukuman mati, seumur hidup atau di buang ke Pulau Nusa kambangan.
Hukuman seperti itulah yang diperlukan untuk menuntaskan tindak korupsi.
g. Kelangkaan lingkungan yang subur
untuk perilaku korupsi.
2. Moderna
a. Rendahnya Sumber Daya
Manusia.Penyebab korupsi yang tergolong modern itu sebagai akibat rendahnya
sumber daya manusia. Kelemahan SDM ada empat komponen, sebagai berikut:
- Bagian kepala, yakni menyangkut
kemampuan seseorang menguasai permasalahan yang berkaitan dengan
sains dan knowledge.
- Bagian hati, menyangkut komitmen
moral masing-masing komponen bangsa, baik dirinya maupun untuk kepentingan
bangsa dan negara, kepentingan dunia usaha, dan kepentingan seluruh umat
manusia.komitmen mengandung tanggung jawab untuk melakukan sesuatu hanya yang
terbaik dan menguntungkan semua pihak.
- Aspek skill atau keterampilan, yakni
kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
- Fisik atau kesehatan. Ini menyangkut
kemanpuan seseorang mengemban tanggung jawab yang diberikan. Betapa pun
memiliki kemampuan dan komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang dengan
kesehatan yang prima, tidak mungkin standar dalam mencapai tujuann
b. Struktur Ekonomi Pada masa lalu
struktur ekonomi yang terkait dengan kebijakan ekonomi dan pengembangannya
dilakukan secara bertahap.Sekarang tidak ada konsep itu lagi. Dihapus tanpa ada
penggantinya,sehingga semuanya tidak karuan, tidak dijamin. Jadi, kita terlalu
memporak-perandakan produk lama yang bagus
4.2. Dampak
Korupsi Dalam Kegiatan Bisnis
Dengan adanya praktek korupsi yang
sedang marak terjadi di Indonesia, seperti proses perizinan usaha sebuah
perusahaan yang berbelit-belit dan dengan biaya tinggi yang tidak pada semestinya
dikarenakan ada oknum tertentu dengan sengaja mengambil sebagian biaya
tersebut. Dengan adanya praktek pungutan yang tidak semestinya, maka hal
tersebut, tentunya sangat berdampak pada kegiatan bisnis dalam suatu perusahaan
karena dengan adanya praktek-praktek korupsi oleh pihak-pihak/oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab ini akan membebankan perusahaan seperti adanya
High Cost sehingga hal tersebut berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk
barang atau jasa yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena buruknya mental dan
minimnya pemahaman serta kesadaran hukum pada para pelaku tindak pidana korupsi
tersebut. Dan adanya persepsi dari para pengusaha terjadinya sejumlah kasus
korupsi termasuk suap, juga dipicu karena rumitnya urusan birokrasi yang tidak
pro bisnis, sehingga mengakibatkan beban biaya ekonomi yang tinggi dan
inefisiensi waktu.
4.3 Fenomena Sosial
Korupsi dalam Praktik Bisnis
-
Aspek Sosial
Politik
Berkaitan dengan
koruhsi yang dilakukan sehubungan dengan kekuasaan yang dimilikinya melalui
aktivitas kegiatan dengan alasan untuk kepentingan politik, banyak elite
politik yang duduk dalam dewan legislatif DPR terlibat korupsi dengan nuansa
bisnis. Contohnya adalah kolusi proyek pembangunan, jasa transportasi fiktif,
perjalanan dinas fiktif, pengadaan barang fiktif, penyimpangan dana APBN,
APBD, mark-up investasi, money politic untuk memperoleh jabatan pemilihan kades/lurah,
pemilihan presiden, gubernur, bupati, walikota. Pemilihan kepala daerah bahkan
sangat kental dengan nuansa korupsi, dengan money
politic, pemberian barang, uang, dan fasilitas. Fenomena sosial
politik dan kekuasaan identik dengan pernyataan sosiolog dan kriminolog Lord
Acton yang menyebutkan "Power Tends to Corrupt, but Absolute Power Corrupts
Absolutely". Artinya, kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan
yang berlebihan mengakibatkan korupsi yang berlebihan pula. Dalil tersebut
bertumpu pada penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan. Realitas perilaku
elite politik dewasa ini menunjukkan kebenaran pernyataan itu (Gunawan, 1993:
l5).
-
Aspek Sosial
Ekonomi
Kenyataan yang
tidak dapat dimungkiri dan seakan menjadi rahasia umum adalah bahwu perilaku
korupsi dalam praktik bisnis telah begitu menggejala. Peluang para pelaku
bisnis di Indonesia untuk melakukan korupsi begitu terbuka sehingga dapat
memengaruhi kehidupan ekonomi makro, menengah ke bawah, sampai kehidupan
ekonomi mikro. Korupsi yang paling banyak terjadi dalam praktik bisnis
contohnya adalah pengadaan barang dan jasa, yang sekarang telah diatur dengan
Kepres No. 80 Tahun 2003. Perilaku korupsi tersebut mencakup suap (bribery) dengan cara
pemberian komisi, order fee, tip untuk pejabat. Bahkan sering
terjadi korupsi transaktif pada sektor ekonomi makro terutama dalam praktik korupsi pada investasi dan
kasus proyek besar misalnya pertambangan, kehutanan, bantuan luar negeri, dan
perpajakan, yang sangat potensial dengan manipulasi, kolusi yang merugikan
perekonomian dan kekayaan negara, serta menyebabkan kecilnya APBN. Bahkan yang
mengejutkan jumlah korupsi Indonesia mencapai Rp 444 triliun,
melebihi APBN tahun 2003 Rp 370 triliun ( Surga Para
Koruptor Jakarta:
Penerbit Buku Kompas hal 145).
-
Aspek Sosial
Budaya
Disadari
sementara orang dapat bersekolah atau kuliah karena kolusi, buku-buku pelajaran
dijadikan ajang bisnis. Gaji para guru dan dosen rendah dan sering kali kena potongan.
Ketakberdayaan dalam keterbatasan kesejahteraan ini mendorong para guru mencari
peluang tambahan antara lain dengan korupsi. Selain itu, banyak guru tak jelas
nasibnya, infrastruktur pembangunan pendidikan, terutama gedung sekolah,
banyak yang rusak dan tidak memenuhi standar teknis (spectic, bestec),
sehingga sektor pendidikan menjadi mahal karena nuansa korupsi. Sektor keagamaan
juga tak lepas dari praktik korupsi. Bidang keagamaan, khususnya bagian
pelaksanaan administrasi, merupakan ladang subur munculnya berbagai pungutan
dengan alasan keikhlasan dan amal sedekah untuk kepenringan pribadi atau orang
lain. Tenru saja hal ini adalah tindakan amoral karena tergolong korupsi
(Wintolo, 2004: 11).
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana
yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian
negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang
memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang yang
bukan haknya untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan
dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan
rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia,
serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis,
yaitu bentuk, sifat,dan tujuan. Dampak korupsi dalam bidang bisnis diantaranya
akan membebankan perusahaan seperti adanya High Cost sehingga hal
tersebut berpengaruh pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang
dihasilkan.
5.2 Saran
Dalam penulisan ini penulis memberikan saran
yaitu perlu adanya peningkatan moral dari tiap individu sehingga tidak hanya
mementingkan kepentingan masing-masing namun juga mempertimbangkan kepentingan
perusahaan dengan segala aspeknya. Peningkatan moral bisa dilakukan sejak dini
dengan pendidikan anti korupsi sejak kecil dan mencoba untuk tidak melakukan
korupsi dalam hal-hal kecil.
DAFTAR
PUSTAKA